Jakarta, detikline.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan keterlibatan mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim (NAM) dalam kasus korupsi Program Digitalisasi Pendidikan pada periode 2019–2022.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menyampaikan bahwa Nadiem merupakan aktor utama dalam perencanaan program pengadaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), khususnya pengadaan laptop Chromebook yang menggunakan sistem operasi Chrome OS.
Perencanaan itu bahkan telah dilakukan bersama Ibrahim Arief sebelum Nadiem menjabat sebagai Menteri Pendidikan. Mereka telah merancang penggunaan sistem operasi tertentu sebagai satu-satunya OS dalam pengadaan TIK tahun 2020–2022," ungkap Qohar dalam konferensi pers, Selasa (15/7).
Setelah resmi menjabat, Nadiem disebut melanjutkan inisiatif tersebut dengan mengadakan pertemuan bersama pihak Google untuk membahas pelaksanaan Program Digitalisasi Pendidikan.
Proses teknis kemudian dilanjutkan oleh Staf Khusus Menteri, Jurist Tan, yang kembali bertemu dengan pihak Google guna membicarakan pengadaan perangkat Chromebook.
Lebih lanjut, Qohar memaparkan bahwa Nadiem memimpin rapat melalui Zoom Meeting pada 6 Mei 2020, yang dihadiri oleh sejumlah pejabat internal Kemendikbudristek, di antaranya Direktur SD Sri Wahyuningsih, Direktur SMP Mulyatsyah, Jurist Tan, serta Konsultan Teknologi Ibrahim Arief.
"Pada rapat tersebut, NAM memerintahkan pelaksanaan pengadaan TIK tahun 2020 hingga 2022 menggunakan perangkat berbasis Chrome OS," jelasnya.
Tak hanya itu, Nadiem juga diketahui menerbitkan Peraturan Mendikbudristek Nomor 5 Tahun 2021 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pengadaan Chromebook tersebut.
Dalam regulasi itu disebutkan bahwa pengadaan akan menggunakan dana dari APBN Satuan Pendidikan Kemendikbudristek sebesar Rp3,64 triliun, serta Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp5,66 triliun, dengan total anggaran mencapai Rp9,30 triliun untuk pengadaan sekitar 1,2 juta unit Chromebook.
Namun, Qohar menambahkan bahwa hasil pengadaan tersebut tidak memberikan manfaat optimal. "Chrome OS ternyata sulit digunakan oleh para guru dan siswa, sehingga tidak efektif dalam pelaksanaannya," tutupnya. Rill/Lala









0Komentar