Penulis: Nur Zahrawati Jakarta, detikline.com - Sidang lanjutan terdakwa Ferdinand Hutahaean atas cuitan "Allahmu lemah... Allahku kua...
Penulis: Nur Zahrawati
Jakarta, detikline.com - Sidang lanjutan terdakwa Ferdinand Hutahaean atas cuitan "Allahmu lemah... Allahku kuat" digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang dipimpin Hakim Suparman. Selasa (15/3/2022).
Tim Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Agung yang dipimpin Baringin Sianturi menghadirkan empat orang ahli, masing-masing Dr. Ronny, M.Kom ahli ITE, Dr. Trubus Rahardiansyah ahli sosiologi hukum, Dr. Asisda Wahyu ahli linguistik, dan Prof. Andika Dutha ahli bahasa. Sementara sidang dimulai pukul 11.00 WIB.
Keempat ahli yang diperiksa menerangkan dihadapan Majelis Hakim, bahwa terdakwa Ferdinand Hutahaean memiliki kekurang pekaan kesadaran terhadap budaya, dimana persoalan agama memiliki sensitifitas tinggi.
Prof. Andika ketika ditanya Jaksa Baringin soal cuitan terdakwa "Allahmu lemah... Allahku kuat..." apakah mengandung kebohongan, tanya Baringin.
Andika mengatakan, sulit dikonfirmasi apakah hal itu mengandung kebohongan secara tekstual, karena tak ada pembandingnya, namun dengan dihapusnya unggahan itu oleh terdakwa maka itu dapat diartikan bahwa terdakwa menyadari kesalahannya.
Sementara ahli ITE Dr. Ronny dan ahli sosiologi Hukum Dr. Trubus, keduanya cukup kedodoran menjawab pertanyaan pengacara Ferdinand Montororing, soal definisi keonaran di dunia maya dan di dunia nyata.
Karena hampir setiap hari di Jakarta dijumpai beragam unjuk rasa dari skala kecil hingga skala seperti demo 212, apakah hal itu sama dengan amuk massa sebagai keonaran.
Dr Ronny mengatakan, bahwa keonaran di dunia maya bisa saja berpindah ke dunia nyata.
Sementara Dr. Trubus menganggap ada perbedaan antara keonaran dengan amuk masa.
Sebelumnya, Ferdinand Hutahaean diajukan ke Pengadilan atas uanggahannya di akun twitter miliknya, yang berujung pelaporan.
Atas hal itu, didakwa dengan pasal berlapis yakni Pasal 14 ayat (1) UU No. 1/1946 subsidair Pasal 14 ayat (2) UU No. 1/1946, dan dakwaan kedua Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A UU ITE, dakwaan ketiga Pasal 156a KUHP, dan dakwaan keempat adalah Pasal 156 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal sepuluh tahun.