Jakarta, detikline.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sepanjang Januari sampai awal Oktober 2023 ada lima (5) kasus pe...
Jakarta, detikline.com - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat sepanjang Januari sampai awal Oktober 2023 ada lima (5) kasus peserta didik jatuh atau lombat dari Gedung sekolah. Dari 5 kasus tersebut, empat (4) korban meninggal dunia dan dua (2) korban yang jatuh dari lantai 2 selamat setelah mendapatkan perawatan medis.
Kasus pertama terjadi pada Januari 2023, dimana seorang siswi SMK Swasta di Grogol Selatan, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan yang berinisial S (17 tahun) jatuh dari lantai 4 sekolahnya, diduga karena bercanda dengan temannya. Kejadian pada pukul 15.30 wib, saat jam pulang sekolah.
Kasus kedua terjadi pada 5 Mei 2023 pagi, siswa atas nama BNY ditemukan meninggal dunia tergeletak di lapangan voli sekolah setelah diduga melompat dari lantai 8 gedung sekolah tersebut.
Dugaan awal adalah korban bunuh diri, karena pihak kepolisian telah melihat rekaman CCTV dan keterangan saksi. Namun pihak keluarga menyatakan adanya kejanggalan dari kejadian ini, dan meminta aparat melakukan penyelidikan lebih lanjut.
Kasus ketiga terjadi pada 26 September 2023, siswi SDN di Jakarta Selatan lompat dari lantai 4 gedung sekolah, yang masih diselidiki polisi hingga saat ini, ada dugaan sementara bahwa siswi tersebut mengalami perundungan.
Tidak lama kemudian terjadi kasus keempat, tepatnya pada 9 Oktober 2023, kita dikejutkan dengan siswa SMPN di Jakarta Barat tergelincir dari lantai 4 gedung sekolah saat jam istirahat. Korban menurut teman-temannya keluar melalu jendela kelas yang kemudian terpeleset. Pada kedua kasus ini, korban dinyatakan meninggal dunia.
Kasus kelima terjadi pada 12 Oktober 2023, yaitu peristiwa 2 siswa SMAN di kota Bandung yang terjatuh dari lantai 2 gedung sekolah. Di duga, kedua siswa duduk-duduk di pagar pembatas keamanan di lantai 2, sehingga keduanya jatuh.
Peristiwa jatuhnya siswa tersebut pada jam rawan, yaitu saat jam istirahat. Keduanya selamat setelah mendapatkan perawatan medis, peristiwa tersebut terjadi saat jam istirahat dimana para guru sedang berada di ruang guru untuk tasyakuran.
Serentetan peristiwa jatuhnya peserta didik dari lantai atas menunjukkan bahwa ada kelemahan pengawasan terutama saat jam istirahat dan gedung sekolah belum aman bagi para peserta didik, perlu ada evaluasi sistem keamanan Sekolah. Atas sejumlah peristiwa tersebut, maka FSGI menyampaikan sikap dan rekomendasi sebagai berikut:
1. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan duka dan keprihatinan atas berbagai peristiwa jatuhnya peserta didik dari gedung sekolahnya, baik yang meninggal dunia maupun yang mengalami luka-luka. Dari 5 kasus dengan 6 korban usia anak, yang dinyatakan meninggal 4 orang dan yang mengalami luka sebanyak 2 orang.
2. FSGI mendorong Kemendikbudristek dan Dinas-dinas Pendidikan daerah untuk mengevaluasi sistem kemana sekolah, baik fisik maupun SDM sekolah. Jika menganalisis dari penjelasan teman-teman korban yang menyaksikan kronologi jatuhnya para korban dari lantai atas gedung sekolah, maka FSGI mendorong Kemendikbudristek dan Dinas-dinas Pendidikan untuk mengevaluasi sistem keamanan sekolah, baik fisik maupun pengawasan guru saat jam jam rentan seperti jam istirahat dan jam pulang sekolah, karena hampir semua kasus terjadi pada jam-jam tersebut, artinya ada jam-jam rawan yang perlu diwaspadai pihak sekolah.
3. FSGI mendorong kemendikbudristek dan Dinas Dinas Pendidikan untuk tembok atau pagar yang memenuhi kriteria wajar untuk mencegah dari kecelakaan, jika sudah dipastikan, namun pihak sekolah mengabaikan, maka pihak sekolah dapat dianggap lalai menyiapkan sarana dan prasarana pendidikan.
Apabila ada kelalaian yang terbukti, FSGI mengatakan ada kriteria perbuatan melawan hukum yang terpenuhi. Akan tetapi, kalau pihak pemerintah belum memastikan dan tidak mengawasi secara benar, maka kelalaian berada di pemerintah.
4. Terkait keamanan fisik misalnya kasus di SMK swasta di Grogol Selatan, Kebayoran Lama Jakarta Selatan pagar pengaman di selasar kelas pada lantai 3 dan 4 perlu diperbaiki agar kokoh dan melindungi peserta didik yang berada pada lamntai tersebut.
Terkait kasus SMPN 132 Jakarta Barat misalnya, berdasarkan keterangan kepolisian, korban ke kelas lain untuk bertemu teman-temannya, lalu ada membuka jendela kelas tersebut dan keluar jendela hendak berdiri dengan pijakan yang ada di bawah jendela, namun diduga kuat korban terpeset sehingga tergelincir jatuh di belakang sekolah yang kebetulan ada rumah penduduk. Maka, ke depan perlu adanya evaluasi terkait keamanan jendela, misalnya dengan memasang teralis besi sehingga tidak ada peserta didik yang dapat keluar jendela di lantai 3 dan lantai 4 gedung sekolah.
5. FSGI mendorong pengadaan dan penempatan teknologi pengawas berupa CCTV yang dipasang di lingkungan sekolah. Teknologi CCTV juga dapat membantu pengawasan para gur piket terkait keadaan kelas-kelas saat jam istirahat.
TV pengawasan sebaiknya tidak diletakan di ruang kepala sekolah, karena pasti ada rasa tidak nyaman guru piket masuk ke ruang kepala sekolah, apalagi kepsek kerap menerima tamu-tamu. Jadi bisa diletakkan di ruang Tata Usaha yang guru piket, wakil kepala sekolah, ataupun para pendidik dan tenaga kependidikan dapat ikut memantau situasi situasi rawan di sekolah.
6. FSGI mendorong kepala sekolah membangun sistem pencegahan melalui guru piket di setiap lantai sekolah. Selain teknologi CCTV, kekonsistenan guru guru piket di setiap lantai untuk terus berjada saat jam jam rawan dapat menjadi bentuk pencegahan.
Oleh karena itu, kasus SMAN 2 Bandung yang para gurunya berkumpul di ruang guru untuk tasyakuran merupakan saat yanag kurang tepat, ketika lemah pengawasan maka akan ada peristiwa-peristiwa yang tidak diharapkan terjadi di lingkungan sekolah. Hal ini bisa masuk kategori ada dugaan kuat kelalaian pihak sekolah.
7. FSGI mendorong Dinas dinas Pendidikan membangun sistem pencegahan untuk kesehatan mental peserta didik, misalnya melalui kegiatan psikososial kepada para peserta didik, terutama di kelas IX yang memiliki cukup banyak tekanan agar Kesehatan mental anak-anak dapat di pantau.
Karena Kesehatan mental itu sama pentingnya dengan Kesehatan fisik, hanya saja mayoritas orangtua di Indonesia kurang memiliki perhatian terhadap Kesehatan mental putra putrinya.
Padahal remaja usia 13-15 tahun cukup rentan mengalami masalah Kesehatan mental. Dalam hal ini, Dinas Pendidikan dapat bekerjasama dengan Dinas pemberdayaan Perempuan dan perlindungan anak. Kolaborasi melalui program rutin merupakan cara memperkuat sistem pencegahan demi melindungi para peserta didik selama berada di sekolah.