Jakarta, detikline.com - Disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai masih memuat sejumlah pasal kontroversial. ...
Jakarta, detikline.com - Disahkannya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dinilai masih memuat sejumlah pasal kontroversial.
Sejumlah organisasi sipil yang tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP mengecam keputusan pemerintah dan DPR yang mengesahkan RKUHP.
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur mengkritik DPR dan pemerintah karena pengesahan RUU tersebut dinilai terburu-buru dan tak melibatkan partisipasi publik.
Menurut Isnur, sejumlah pasal dalam RKUHP akan membawa masyarakat ke masa penjajahan oleh pemerintah sendiri.
"Bahkan draf terbaru dari rancangan aturan ini baru dipublikasi pada tanggal 30 November 2022 dan masih memuat sederet pasal bermasalah yang selama ini ditentang oleh publik karena akan membawa masyarakat Indonesia masuk ke masa penjajahan oleh pemerintah sendiri," kata Isnur dalam keterangannya, Selasa (6/12).
Isnur menyoroti sejumlah pasal dalam RKUHP yang dinilai anti demokrasi, melanggengkan korupsi, membungkam kebebasan pers, menghambat kebebasan akademik, dan mengatur ruang privat masyarakat.
"Aturan ini lagi-lagi menjadi aturan yang tajam ke bawah, tumpul ke atas karena mempersulit jeratan pada korporasi jahat yang melanggar hak masyarakat dan pekerja," katanya.
Koalisi misalnya, menyoroti Pasal 188 yang mengancam jerat pidana bagi siapapun yang menyebarkan paham komunisme, Marxisme, Leninisme, atau paham lain yang bertentangan dengan Pancasila. Menurut Isnur, pasal tersebut ambigu karena tak memuat penjelasan siapa yang berwenang menentukan suatu paham bertentangan dengan Pancasila.
Menurut dia, Pasal 188 berpotensi mengkriminalisasi setiap orang terutama pihak oposisi pemerintah karena tidak memuat penjelasan terkait paham yang bertentangan dengan Pancasila.
"Pasal ini akan menjadi pasal karet dan dapat menghidupkan konsep pidana subversif seperti yang terjadi di era orde baru," katanya.
Kemudian Pasal 240 dan 241 terkait penghinaan terhadap pemerintah dan lembaga negara.
Dia menilai pasal tersebut berpotensi menjadi pasal karet karena tak memberi definisi soal penghinaan.
Dia khawatir Pasal 240 dan 241 digunakan untuk membungkam setiap kritik terhadap pemerintah atau lembaga negara.
Koalisi sedikitnya menilai ada 14 pasal yang masih bermasalah dalam RKUHP. Selain soal penyebaran paham Komunisme dan soal penghinaan terhadap lembaga negara, beberapa pasal lain seperti pasal kesusilaan, pasal kohabitasi, hingga pemidanaan terhadap pawai dan unjuk rasa.
Sebelumnya, DPR mengesahkan RKUHP menjadi UU dalam Rapat Paripurna pagi tadi ini. Sejumlah pihak menilai RKUHP yang kini telah menjadi UU tersebut masih kacau dan memuat pasal-pasal bermasalah.
Di antaranya pasal penghinaan terhadap presiden, pasal makar, penghinaan lembaga negara, pidana zina dan kumpul kebo, hingga berita bohong. Red/Lk