Jakarta, detikline.com - Kelangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) di berbagai daerah bukan lagi menjadi cerita yang asing. Fenomena yang terjadi secara berkala ini telah mengganggu ritme perekonomian, dari tingkat rumah tangga hingga dunia usaha.
Namun, dampaknya yang kini mulai merambah ke sektor yang lebih vital patut menjadi perhatian serius, menurunnya kepercayaan investor dan ketidakpastian iklim investasi.
Beberapa laporan terbaru mengindikasikan bahwa calon investor, khususnya di sektor industri padat energi, mulai mengerem niatnya untuk menanamkan modal.
Alasannya sederhana namun fundamental ketidakpastian pasokan energi. Bagaimana mungkin sebuah industri dapat berjalan optimal dan berkelanjutan jika pasokan "darah nadi" produksinya yaitu energi terancam kerapuhan?
Situasi ini memaksa kita untuk mempertanyakan akar masalahnya. Pertamina, sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang memegang hak pengelolaan dan distribusi BBM di dalam negeri, secara otomatis berada di pusar sorotan.
Pertanyaan kritis yang tidak terelakkan adalah apakah kondisi ini merupakan indikasi dari praktik monopoli yang tidak sehat?
Monopoli vs. Tanggung Jawab
Pertamina, dengan statusnya, memang memegang peran dominan. Namun, menyematkan istilah "monopoli" semata bisa jadi simplistis. Persoalannya lebih kompleks. Hak pengelolaan yang diberikan negara kepada Pertamina sejatinya dibarengi dengan tanggung jawab yang monumental menjamin ketersediaan dan keterjangkauan BBM untuk seluruh rakyat Indonesia.
Di sinilah letak kritik harus dibangun. Persoalan yang kita saksikan hari ini mungkin bukan semata-mata karena adanya dominasi, tetapi pada bagaimana dominasi itu dijalankan.
Apakah struktur monopoli ini justru menjadi bumerang yang membuat kita rentan terhadap guncangan pasokan? Apakah sistem yang ada telah cukup tangguh dan tahan banting?
Lebih dari Sekadar Stok: Masalah Sistemik
Kelangkaan BBM yang berulang sering kali dijelaskan dengan faktor teknis, seperti gangguan kilang, masalah distribusi, atau lonjakan permintaan. Penjelasan ini sah, tetapi tidak lagi cukup untuk memuaskan publik, apalagi investor yang membutuhkan kepastian. Mereka membutuhkan jawaban yang lebih sistemik.
Investor, dengan analisis risiko yang ketat, membaca kelangkaan ini bukan sebagai peristiwa insidental, melainkan sebagai gejala dari masalah yang lebih dalam.
Mereka mempertanyakan kapasitas penyimpanan (storage) nasional, ketahanan infrastruktur rantai pasok, dan kejelasan strategi jangka panjang ketahanan energi Indonesia.
Ketika mereka melihat sebuah negara bergantung pada satu entitas utama yang tampak kewalahan menghadapi masalah berulang, risiko investasi menjadi terlalu tinggi untuk diambil.
Menuju Solusi yang Berani
Oleh karena itu, wacana evaluasi mendasar terhadap peran dan struktur Pertamina harus diajukan bukan sebagai kritik yang menjatuhkan, melainkan sebagai bentuk kepedulian untuk memperkuat ketahanan nasional.
Pemerintah perlu mempertimbangkan langkah-langkah strategis:
Transparansi dan Akuntabilitas. Pertamina harus lebih transparan dalam mengungkapkan kondisi stok, kapasitas kilang, dan tantangan operasionalnya. Ini akan membangun kepercayaan bahwa masalahnya dikelola dengan serius.
Percepatan Regenerasi Infrastruktur. Investasi besar-besaran dan percepatan pembangunan serta peremajaan infrastruktur energi (kilang, jaringan pipa, fasilitas storage) adalah keharusan yang tidak bisa ditawar.
Mendorong Iklim Kompetisi yang Sehat. Mungkin sudah waktunya untuk membuka ruang yang lebih besar bagi kompetisi yang sehat dan teratur.
Kehadiran pemain lain, dengan pengawasan yang ketat, dapat menciptakan pasar yang lebih dinamis, inovatif, dan tahan krisis. Ini bukan tentang menghapus peran Pertamina, tetapi tentang menciptakan ekosistem energi yang lebih tangguh.
Kesimpulan
Kelangkaan BBM bukan lagi sekadar persoalan antrean di SPBU. Ia telah menjadi sinyal bahaya bagi fondasi ekonomi Indonesia. Investor, sebagai pilar pertumbuhan, sedang mengamati dan menarik kesimpulan yang tidak menguntungkan.
Kita tidak bisa terus berkubang dalam penjelasan teknis yang sama setiap tahun. Diperlukan keberanian untuk membongkar masalah dari akarnya.
Evaluasi terhadap model pengelolaan energi nasional, dengan Pertamina sebagai aktor utama, adalah sebuah keniscayaan. Tujuannya jelas memastikan bahwa energi, sebagai hak dasar publik dan kebutuhan industri, benar-benar hadir untuk kemakmuran dan kemajuan bangsa yang berkelanjutan.
Jika tidak, kita bukan hanya kehilangan investor hari ini, tetapi juga masa depan ekonomi yang lebih stabil dan mandiri. Rill/Red

0Komentar