GfM7TSA8TfMiTpM6GSG7BSzlGd==

Breaking News:

00 month 0000

FSGI Catat 60 Kasus Kekerasan di Pendidikan Sepanjang 2025: 358 Korban, 146 Pelaku

Lk
Font size:
12px
30px
Print

Jakarta, detikline.com - Dalam rangka memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia pada 10 Desember 2025, sekaligus merilis Catatan Akhir Tahun (Catahu) mengenai kasus kekerasan di satuan pendidikan, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyampaikan tingginya jumlah kasus kekerasan di lingkungan pendidikan sepanjang Januari–Desember 2025.

FSGI mencatat 60 kasus kekerasan, meningkat signifikan dibanding tahun 2024 yang berjumlah 36 kasus dan 2023 dengan 15 kasus.

Dari 60 kasus tersebut, terdapat 358 korban dan 146 pelaku. Data dihimpun dari kanal pengaduan FSGI serta pemberitaan media massa.

Bentuk Kekerasan dan Korbannya

Berdasarkan klasifikasi Pasal 6 Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan, kasus sepanjang 2025 meliputi:

Kekerasan fisik (45%)

Mendominasi dengan 27 kasus. Korban mencapai 73 orang, termasuk 8 korban meninggal berusia 8–17 tahun: 5 siswa SD, 2 siswa SMP, dan 1 siswa SMK.

Kekerasan seksual (28,33%)

Terdapat 17 kasus dengan 17 pelaku dan 127 korban. Salah satu kasus melibatkan seorang guru perempuan yang melakukan kekerasan seksual terhadap siswanya yang berusia 16 tahun. Kekerasan seksual terjadi baik di sekolah berasrama maupun non-berasrama.

Kekerasan psikis (13,33%)

Terdiri dari 8 kasus. Sebanyak 3 korban (37,5%) melakukan bunuh diri akibat tekanan psikis berkepanjangan yang tidak tertangani hingga masuk fase depresi.

Perundungan (bulying) (6,67%)

Tercatat 4 kasus. Salah satu korban yang tidak tertangani kemudian membakar pondok pesantren di Aceh Besar. Kasus peledakan bom di SMAN Jakarta Utara juga diduga terkait korban perundungan, dengan total 96 orang terluka.

Intoleransi dan diskriminasi (1,67%)

Hanya 1 kasus dilaporkan sepanjang 2025.

Kebijakan yang mengandung kekerasan (5%)

Terdapat 3 kasus dengan 55 korban, termasuk tragedi ambruknya mushola di salah satu Ponpes di Sidoarjo yang menewaskan 53 santri, akibat kebijakan penggunaan bangunan yang belum layak.

Pelaku dan Jenjang Pendidikan

Kasus kekerasan terjadi di seluruh jenjang pendidikan, mulai dari PAUD hingga SMA/SMK. Rinciannya:

  • SD: 18 kasus (30%)
  • SMP: 17 kasus (28,33%)
  • Pondok Pesantren: 8 kasus (13,33%)
  • MTs: 3 kasus (5%)
  • SMA: 6 kasus (10%)
  • SMK: 5 kasus (8,33%)
  • PAUD: 3 kasus (5%)
Para pelaku kekerasan juga beragam:

  • Peserta didik: 25 kasus (41,67%)
  • Pendidik/Guru: 15 kasus (25%)
  • Kepala sekolah: 8 kasus (13,33%)
  • Pimpinan pondok pesantren: 5 kasus (8,33%)
  • Tenaga kependidikan/struktural: 3 kasus (5%)
  • Orang tua peserta didik: 2 kasus (3,33%)
  • Alumni: 1 kasus (1,67%)
  • Warga negara asing: 1 kasus (1,67%)

FSGI menilai tingginya pelaku dari kalangan peserta didik terjadi karena pola kekerasan dilakukan secara berkelompok, kerap bermula dari perundungan tunggal yang terus meningkat akibat korban tidak melawan atau melapor.

Sebaran Kasus di 21 Provinsi dan 45 Kabupaten/Kota

Kasus kekerasan tercatat di 21 provinsi, antara lain: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Aceh, Riau, Kepulauan Riau, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Papua Tengah.

Sebaran kasus juga mencapai 45 kabupaten/kota, termasuk Bekasi, Bogor, Bandung, Garut, Subang, Cirebon, Depok, Grobogan, Semarang, Jember, Sidoarjo, Tangerang Selatan, Palembang, Medan, Batam, Lombok Barat, Bulukumba, Pontianak, Banjarmasin, hingga Nabire.

Rekomendasi FSGI

- Penguatan tata kelola sekolah, termasuk revisi tata tertib, pembelajaran tanpa kekerasan, pembentukan TPPK, dan pelibatan warga sekolah.

- Sosialisasi pencegahan kekerasan pada MPLS dan program penguatan karakter.

- Penyediaan sarana aman dan ramah disabilitas, kanal aduan luring/daring, serta integrasi kanal aduan eksternal seperti KPAI dan Kemendikdasmen.

- Kepala daerah perlu menetapkan regulasi pendukung, alokasi anggaran, pembinaan sekolah, dan pembentukan Satgas.

- Pemerintah daerah diminta memperkuat regulasi, anggaran, dan membentuk Satgas pencegahan kekerasan di seluruh wilayah.

- Kemendikdasmen perlu menyusun kebijakan, POS, pedoman, modul, serta melakukan monitoring dan evaluasi lintas sektor.

- Kemendikdasmen juga diharapkan memperluas sosialisasi, memberikan pelatihan, menyediakan sistem informasi penanganan kekerasan, dan memperkuat kanal aduan melalui BPMP di berbagai provinsi. Rill/Lk

Reaksi:
Baca juga:
ads banner
ads banner